DPR RI Usulkan Satu Orang Satu Akun Medsos, Bagaimana Tanggapan Wamenkomdigi?

saplawfi | 20 September 2025, 16:21 pm | 59 views

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria memberikan klarifikasi terkait polemik wacana satu orang hanya boleh memiliki satu akun media sosial (medsos) sebagaimana diusulkan oleh sejumlah anggota DPR. Menurut Nezar, substansi regulasi yang sedang dirancang pemerintah bukanlah pembatasan jumlah akun, melainkan penguatan tata kelola data digital melalui sistem Single ID atau Digital ID.

Nezar menegaskan bahwa masyarakat tetap diperbolehkan memiliki lebih dari satu akun media sosial, sepanjang setiap akun tersebut dapat diverifikasi menggunakan identitas digital yang sah. “Kalau misalnya Single ID dan Digital ID ini bisa diterapkan, sebetulnya tidak masalah seseorang ingin punya akun satu, dua, atau bahkan tiga, sepanjang proses autentikasi dan verifikasinya bisa dilakukan,” ujarnya saat menghadiri acara di Gedung Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta, Kamis (18/9/2025).

Ia menambahkan, usulan DPR terkait “satu akun” harus dipahami dalam konteks yang tepat. Menurutnya, istilah tersebut lebih mengacu pada konsep identitas tunggal (Single ID) yang diintegrasikan dengan Digital ID, bukan pada pembatasan kebebasan berekspresi di ruang digital. “Tidak ada pembatasan kebebasan berekspresi di sini. Regulasi ini hanya untuk memitigasi risiko penyalahgunaan ruang digital, terutama terkait konten-konten negatif,” jelasnya.

Apa Itu Single ID dan Digital ID?

Nezar menjelaskan bahwa konsep Single ID bukan hal baru di Indonesia. Program ini telah lama dicanangkan melalui kebijakan Satu Data Indonesia, penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), serta Permendagri tentang Identitas Kependudukan Digital (IKD). Melalui sistem tersebut, setiap aktivitas digital warga negara dapat dihubungkan dengan identitas kependudukan yang otentik, sehingga kepemilikan akun media sosial dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

“Tujuannya sederhana, kita ingin menciptakan ruang digital yang lebih aman dan bertanggung jawab, agar benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat,” tegas Nezar.

Sejalan dengan hal tersebut, pada Januari 2025 lalu, Dewan Energi Nasional (DEN) juga mengungkapkan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto telah memberikan restu untuk mempercepat implementasi Digital Single ID. Wakil DEN, Mari Elka Pangestu, bahkan menyebut program tersebut masuk prioritas nasional untuk mendukung tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.

Mitigasi dari Hulu ke Hilir

Lebih lanjut, Nezar menekankan pentingnya tata kelola data pribadi yang menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir.

Di sisi hulu, pemerintah telah mewajibkan registrasi kartu SIM menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sejak 2018. Namun, celah penyalahgunaan masih terbuka karena satu individu bisa mendaftarkan hingga tiga nomor untuk setiap operator. Celah ini kerap dimanfaatkan untuk praktik jual beli kartu SIM prabayar maupun kejahatan digital dengan identitas palsu. “Akibatnya muncul praktik scamming, penipuan online, hingga tindak pidana lain yang menggunakan data orang lain,” kata Nezar.

Sementara di hilir, tanggung jawab berada pada perusahaan platform media sosial. Nezar menegaskan, setiap platform wajib memiliki mekanisme traceability, sehingga setiap akun dapat dilacak kembali ke pemilik identitas digitalnya. “Boleh saja masyarakat punya lebih dari satu akun, tetapi harus bisa ditelusuri dengan Single ID maupun Digital ID. Dengan begitu, apabila ada pelanggaran norma atau penyebaran konten negatif, dapat dimintakan pertanggungjawaban yang jelas,” tegasnya.

Usulan DPR: Satu Orang Satu Akun

Wacana pembatasan satu akun per orang sebelumnya digulirkan oleh Sekretaris Fraksi Gerindra DPR, Bambang Haryadi. Menurut Bambang, kebebasan di media sosial saat ini membuat arus informasi semakin sulit dikendalikan, termasuk penyebaran hoaks. Ia menilai pembatasan jumlah akun dapat mendorong pengguna lebih bertanggung jawab dan mengurangi praktik penggunaan akun anonim atau buzzer.

“Ke depan, kami berpendapat perlu diterapkan sistem single account. Setiap warga negara hanya boleh memiliki satu akun, sebagaimana di Swiss di mana satu orang hanya boleh memiliki satu nomor telepon,” ujar Bambang.

Pandangan senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Oleh Soleh, yang mengusulkan agar platform digital dilarang memberikan fasilitas pembuatan akun ganda, baik untuk individu maupun lembaga. Menurutnya, akun kedua atau “second account” justru lebih sering disalahgunakan, termasuk untuk kepentingan membentuk “pasukan buzzer” di media sosial.

 

Sumber: https://tekno.kompas.com/read/2025/09/19/10470047/usulan-1-orang-1-akun-medsos-wamenkomdigi-bolehkan-punya-second-account-tapi?page=all#page2

Berita Terkait