Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa pihaknya akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pembahasan lanjutan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan sejumlah organisasi advokat. Keterlibatan para pihak ini dirancang melalui forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) sebagai bentuk partisipasi publik dalam proses legislasi yang tengah digodok oleh DPR RI bersama pemerintah.
Menurut Habiburokhman, YLBHI mewakili elemen masyarakat sipil yang secara tegas menolak keberlanjutan pembahasan RUU KUHAP, sementara sejumlah organisasi advokat justru mendukung agar proses legislasi tetap berjalan dan tidak dihentikan. “Mulai Senin, 21 Juli 2025 besok, Komisi III DPR RI akan kembali mengundang YLBHI sebagai representasi kelompok masyarakat yang meminta penghentian pembahasan RUU KUHAP, serta Organisasi Advokat yang mendukung agar pembahasan terus dilanjutkan,” kata Habiburokhman melalui keterangan tertulis pada Minggu, 20 Juli 2025.
Meski terdapat perbedaan pandangan yang cukup tajam, Komisi III DPR memastikan akan tetap membuka ruang dialog dengan semua pihak. Hal ini, menurut Habiburokhman, menjadi bagian dari komitmen DPR dalam menjalankan prinsip keterbukaan dan penghormatan terhadap aspirasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Tak hanya terbatas pada YLBHI dan organisasi advokat, Komisi III juga memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat umum untuk menyampaikan pandangan, kritik, maupun masukan secara langsung. “Daripada hanya melakukan aksi unjuk rasa, akan lebih baik jika masyarakat turut masuk dalam forum resmi agar aspirasinya dapat lebih mudah diserap oleh seluruh fraksi di DPR,” ujar politikus Partai Gerindra itu.
Habiburokhman menegaskan, DPR sebagai representasi rakyat memiliki tanggung jawab untuk melayani dan mengayomi seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali. Oleh karena itu, seluruh pandangan yang berkembang akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan arah akhir dari RUU KUHAP. “Aspirasi mereka harus didengar, dipertimbangkan, dan sebisa mungkin diakomodir secara proporsional,” tegasnya.
YLBHI Desak Presiden dan DPR Hentikan Pembahasan
Di sisi lain, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI untuk segera menghentikan pembahasan RUU KUHAP. Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, menilai proses legislasi tersebut sarat dengan pelanggaran prinsip negara hukum dan tidak mencerminkan partisipasi publik yang bermakna. Dalam keterangan tertulisnya tertanggal 15 Juli 2025, Isnur menyatakan bahwa secara formil, pembahasan RUU KUHAP melanggar asas transparansi dan akuntabilitas publik yang merupakan bagian dari prinsip-prinsip demokrasi konstitusional.
Lebih lanjut, Isnur menyebut bahwa secara materiil, sejumlah pasal dalam RUU KUHAP mengandung ketentuan yang berpotensi memperluas kewenangan institusi Kepolisian Republik Indonesia secara berlebihan. “RUU KUHAP ini dikhawatirkan akan mengubah Polri menjadi lembaga super power yang tidak seimbang dengan mekanisme kontrol dan pengawasan yang memadai,” kata Isnur.
YLBHI mendesak agar seluruh proses legislasi dihentikan sementara guna dilakukan evaluasi menyeluruh, sekaligus membuka partisipasi publik yang sejati, inklusif, dan substansial. “Kami meminta Presiden dan DPR menghentikan proses yang tengah berlangsung, mengulang proses pembahasan secara lebih demokratis, dan melibatkan masyarakat sipil dalam setiap tahapannya,” tegasnya.

