KPK Dukung Prabowo soal Penyitaan Aset Koruptor, tapi Soroti Keadilan untuk Keluarga

saplawfi | 11 April 2025, 09:57 am | 15 views

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan dukungannya terhadap pernyataan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengenai pentingnya penyitaan aset-aset hasil tindak pidana korupsi sebagai bagian dari strategi pemberantasan korupsi secara sistemik. Dalam keterangannya pada Kamis (10/4/2025), Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyebutkan bahwa upaya untuk memiskinkan koruptor melalui penyitaan aset merupakan langkah yang tidak hanya didukung oleh KPK, melainkan juga oleh publik luas yang menginginkan keadilan dan efek jera terhadap pelaku korupsi.

“Dan bentuk pemiskinan ini tentunya perlu dibuat undang-undangnya,” ujar Tessa. Ia menekankan bahwa langkah legislasi menjadi krusial untuk memastikan tindakan penyitaan dapat dilakukan secara konsisten, akuntabel, dan sesuai prinsip-prinsip negara hukum. “Undang-undang seperti apa nanti bentuknya, kita juga perlu ada pembahasan antara para penegak hukum, baik dari sisi yudikatif, eksekutif, maupun legislatif,” lanjutnya.

Namun demikian, KPK memberikan catatan penting terhadap pernyataan Presiden Prabowo yang menyebut bahwa penyitaan aset sebaiknya tidak serta-merta merugikan anak atau keluarga dari pelaku korupsi. Tessa menyampaikan bahwa penting untuk membedakan antara perlindungan hak keluarga secara normatif dan keterlibatan mereka secara materiil dalam kejahatan itu sendiri.

Menurut Tessa, dalam konteks hukum positif Indonesia, telah diatur mekanisme penyitaan terhadap pihak-pihak yang memperoleh manfaat dari tindak pidana, termasuk dalam lingkungan keluarga pelaku. Ia merujuk pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Terkait mengenai masalah tidak menyentuh keluarganya, tentunya itu perlu dilihat konteksnya apabila ada hal-hal yang dinikmati oleh keluarga dan diketahui secara nyata. Ada mekanisme di undang-undang tindak pidana pencucian uang, khususnya Pasal 5, yang memungkinkan penindakan terhadap pihak-pihak yang memang menikmati hasil dari tindak pidana korupsi tersebut,” jelasnya.

Pasal tersebut mengatur bahwa setiap orang yang menerima atau menikmati hasil dari tindak pidana, dengan mengetahui atau patut menduga bahwa harta tersebut berasal dari kejahatan, dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Dengan demikian, jika keluarga pelaku korupsi terbukti memperoleh keuntungan dari hasil kejahatan, meskipun tidak secara langsung terlibat dalam proses tindak pidana, tetap dapat dikenakan tindakan hukum termasuk penyitaan aset.

Sebelumnya, Presiden Prabowo dalam wawancaranya bersama enam pemimpin redaksi di Hambalang, Jawa Barat, pada Minggu (6/4/2025), menegaskan dukungannya terhadap langkah penyitaan aset hasil korupsi. Ia menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara adalah keharusan dan aset yang diperoleh dari hasil korupsi layak disita oleh negara. “Kerugian negara yang dia timbulkan, ya harus dikembalikan. Makanya aset-aset pantas kalau negara itu menyita,” ujar Prabowo dalam tayangan YouTube Harian Kompas.

Namun, Prabowo juga menekankan pentingnya menjaga prinsip keadilan dalam proses penegakan hukum. Ia menyoroti kemungkinan ketidakadilan apabila keluarga pelaku ikut menderita karena penyitaan aset, padahal tidak terkait langsung dengan tindak pidana korupsi tersebut. “Tapi kita juga harus adil kepada anak istrinya. Nah, kalau ada aset yang sudah milik dia sebelum dia menjabat, umpamanya, ya nanti para ahli hukum suruh bahas apakah adil anaknya menderita juga?” ungkapnya.

Pernyataan Prabowo tersebut membuka ruang diskursus hukum yang penting, terutama mengenai batas antara keadilan retributif terhadap pelaku dan perlindungan terhadap pihak ketiga yang tidak terlibat. Di sinilah relevansi pendekatan hukum progresif menjadi penting, yakni bagaimana hukum dapat menyeimbangkan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan sosial.

Secara normatif, pengaturan yang lebih jelas dan eksplisit mengenai penyitaan aset hasil korupsi, termasuk terhadap pihak ketiga, memang perlu diperkuat dalam sistem hukum Indonesia. RUU Perampasan Aset yang telah lama dibahas di DPR dapat menjadi instrumen legislasi yang strategis untuk mengatasi celah hukum terkait perampasan aset secara non-konviktif (tanpa putusan pidana terhadap pelaku), serta memperjelas batasan perlindungan terhadap keluarga pelaku.

 

Sumber berita & foto:

https://nasional.kompas.com/read/2025/04/10/09115871/kpk-dukung-prabowo-soal-penyitaan-aset-koruptor-tapi

Berita Terkait