Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jogja telah menjatuhkan vonis terhadap Robinson Saalino, terdakwa kasus korupsi mafia tanah yang melibatkan pemanfaatan tanah kas desa (TKD) di Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman. Kasus ini mencuat sebagai salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian besar bagi negara.
Dalam sidang yang berlangsung pada Kamis (16/1/2025), Robinson dijatuhi hukuman delapan tahun penjara serta denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan subsider enam bulan kurungan. Selain hukuman pokok tersebut, majelis hakim juga memerintahkan terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp10.314.940.246. Jika Robinson gagal membayar uang pengganti dalam kurun waktu satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, maka seluruh harta bendanya akan disita oleh negara dan dilelang untuk menutupi kerugian. Apabila nilai asetnya tidak mencukupi, terdakwa akan menghadapi hukuman tambahan berupa dua tahun penjara.
“Vonis ini lebih berat dibanding tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang sebelumnya menuntut Robinson dengan hukuman lima tahun penjara, denda Rp300 juta, serta uang pengganti sebesar Rp336.400.000,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DIY, Herwatan.
Robinson Saalino terbukti menyalahgunakan kewenangannya dalam pengelolaan tanah kas desa selama periode 2017 hingga 2023. Modus operandi yang dilakukan melibatkan pemanfaatan aset desa untuk kepentingan pribadi dan jaringan mafia tanah, yang secara signifikan merugikan negara. Dalam proses persidangan, terungkap bahwa tindakan Robinson melibatkan manipulasi dokumen, penyalahgunaan jabatan, serta kolaborasi dengan sejumlah pihak untuk mengamankan penguasaan ilegal atas tanah tersebut.
Kasus ini tidak hanya menyoroti praktik korupsi di tingkat lokal tetapi juga menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan aset desa yang sering menjadi sasaran penyelewengan.
Baik terdakwa maupun pihak JPU menyatakan pikir-pikir atas putusan ini. Keputusan tersebut memberikan waktu bagi kedua belah pihak untuk menentukan langkah selanjutnya, apakah menerima putusan atau mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi.
“Putusan ini diharapkan dapat menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba menyalahgunakan aset negara atau desa untuk kepentingan pribadi. Selain itu, langkah ini juga merupakan wujud komitmen aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi di wilayah DIY,” lanjut Herwatan.
Kasus Robinson Saalino menjadi peringatan bagi pemerintah daerah untuk lebih ketat mengawasi pengelolaan tanah kas desa agar tidak kembali disalahgunakan. Dukungan masyarakat juga menjadi kunci penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset desa ke depannya.
Sumber informasi: https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2025/01/16/510/1201141/tok-robinson-mafia-tanah-wedomartani-divonis-8-tahun-penjara

