Belum lama ini divonis dalam perkara suap pengurusan perkara penganiayaan yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur, mantan Pejabat Kepaniteraan Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, kembali tersandung kasus hukum baru. Zarof kini kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung RI, kali ini atas dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dalam pengurusan perkara perdata yang bergulir di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung sepanjang 2023 hingga 2025.
Dalam kasus teranyar ini, Zarof Ricar tidak sendirian. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dua pihak lainnya, yakni pengacara pelapor berinisial LR (Lisa Rachmat) serta pihak berperkara yang menjadi pelapor, yakni Isidorus Iswardojo (II). Dugaan suap yang diberikan diduga berkaitan langsung dengan perkara perdata yang menyangkut status keabsahan hubungan ahli waris.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa perkara yang ditangani oleh Zarof Ricar kali ini bukan perkara pidana seperti sebelumnya, melainkan perkara perdata yang sedang ditangani di tingkat banding dan kasasi. “Terkait dengan pengurusan perkara perdata, nanti terkait detailnya akan kami sampaikan kemudian karena masih sedang berproses,” ujar Harli dalam konferensi pers yang digelar di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/7/2025).
Dari hasil penyidikan, diketahui bahwa masing-masing hakim di dua lembaga peradilan, yakni PT DKI dan MA, diduga menerima aliran dana suap yang difasilitasi oleh Zarof. Untuk penanganan perkara di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, disebutkan bahwa uang senilai Rp 6 miliar disediakan, dengan rincian Rp 5 miliar ditujukan kepada majelis hakim dan Rp 1 miliar sebagai imbalan atau “fee” bagi Zarof sendiri. Sedangkan untuk pengurusan di tingkat kasasi Mahkamah Agung, disediakan dana suap senilai Rp 5 miliar. “Jadi totalnya sekitar Rp 11 miliar untuk dua tingkat peradilan,” jelas Harli.
Pengungkapan aliran dana suap ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan terhadap kasus sebelumnya, di mana penyidik telah menemukan barang bukti uang tunai sebesar Rp 920 miliar dan emas batangan seberat 51 kilogram dalam penggeledahan yang dilakukan pada 24 Oktober 2024 lalu. Penggeledahan dilakukan di dua lokasi yang berkaitan dengan Zarof, yaitu di kediamannya di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, serta di Hotel Le Meridien, Bali. “Ini pengembangan dari data-data yang kita temukan saat penggeledahan di rumah ZR beberapa waktu lalu,” tambah Harli.
Dari dokumen putusan yang diperoleh melalui Direktori Putusan Mahkamah Agung, diketahui bahwa perkara yang menjadi latar belakang dugaan suap ini adalah sengketa perdata yang berkaitan dengan status keabsahan sebagai ahli waris. Perkara tersebut melibatkan Isidorus Iswardojo sebagai penggugat melawan anak perempuannya, Ineke Iswardojo, terkait perebutan hak waris atas aset peninggalan almarhumah Catharina Inge Mariani Djuhadi yang meninggal dunia pada tahun 2022.
Dalam pertimbangan majelis hakim dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diketok pada 21 April 2025, disebutkan bahwa Ineke bukan anak kandung dari Catharina dan Isidorus. Isidorus sempat meminta Ineke untuk menjalani tes DNA guna membuktikan hubungan biologis, namun permintaan tersebut ditolak oleh Ineke. Penolakan ini kemudian berimplikasi terhadap status hukum akta kelahiran Ineke yang diterbitkan tahun 1977, yang dinilai tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Majelis hakim kemudian menjatuhkan amar putusan yang pada pokoknya menyatakan bahwa Ineke tidak berhak atas harta warisan, dan memerintahkan agar pihak tergugat, yakni Ineke dan suaminya Pang Setiawan Adinata, tidak menghalangi Isidorus dalam membuat akta waris ataupun memanfaatkan aset-aset peninggalan, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri.
Salah satu aset yang diperebutkan dalam perkara tersebut diketahui berupa properti hunian yang berada di Australia, menunjukkan bahwa perkara ini tidak hanya menyangkut aspek hukum keluarga, tetapi juga memiliki implikasi terhadap aset lintas yurisdiksi.
Dengan penetapan status tersangka baru terhadap Zarof Ricar, kasus ini menambah daftar panjang persoalan integritas dalam sistem peradilan Indonesia, khususnya terkait mafia peradilan yang melibatkan aktor internal lembaga peradilan dan pihak eksternal seperti pengacara serta pihak berperkara.
Kejaksaan Agung menyatakan akan terus mendalami keterlibatan aktor-aktor lain dalam kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya pengembangan terhadap majelis hakim atau oknum lain yang turut menikmati aliran dana suap. Proses penyidikan masih berjalan dan publik diimbau untuk terus memantau perkembangan kasus ini sebagai bagian dari upaya bersama menegakkan supremasi hukum dan membersihkan lembaga peradilan dari praktik koruptif.

