Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong resmi melaporkan majelis hakim yang memvonisnya dalam kasus dugaan korupsi impor gula ke Mahkamah Agung (MA). Pelaporan ini dilakukan tak lama setelah ia dibebaskan dari tahanan usai menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto, yang sebelumnya telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Tim penasihat hukum Tom Lembong mendatangi Gedung Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) MA di Jakarta Pusat pada Senin (4/8/2025) sekitar pukul 12.45 WIB untuk menyampaikan laporan secara resmi. Laporan tersebut ditujukan kepada Badan Pengawas MA dan Komisi Yudisial (KY) sebagai bentuk keberatan atas putusan dan proses persidangan yang dianggap tidak adil.
“(Yang dilaporkan) seluruh majelis hakim yang memutus perkara Pak Tom ini, karena tidak ada dissenting opinion di situ,” ujar Zaid Mushafi, penasihat hukum Tom, kepada awak media.
Adapun ketiga hakim yang dilaporkan adalah Dennie Arsan Fatrika selaku ketua majelis, serta dua hakim anggota yaitu Purwanto S. Abdullah dan Alfis Setyawan. Zaid menyayangkan tidak adanya pendapat berbeda (dissenting opinion) dari salah satu anggota majelis hakim yang dapat mencerminkan adanya evaluasi kritis dalam pengambilan putusan.
Menurut Zaid, selama proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, terdapat indikasi bahwa salah satu hakim anggota tidak menjunjung tinggi asas presumption of innocence atau asas praduga tak bersalah. Sebaliknya, hakim tersebut justru diduga telah menerapkan presumption of guilty atau praduga bersalah sejak awal pemeriksaan, yang menurutnya sangat bertentangan dengan prinsip peradilan yang adil dan objektif.
“Jadi Pak Tom ini seolah-olah memang orang yang sudah pasti bersalah, tinggal dicari alat buktinya,” kata Zaid.
Awalnya Zaid enggan menyebut nama hakim yang dimaksud, namun kemudian ia menyatakan bahwa hakim anggota yang dianggap bersikap tidak profesional adalah Alfis Setyawan. “Yang cenderung, menurut kami, melakukan unprofessional conduct adalah hakim anggota Pak Alfis,” tambahnya.
Zaid mencontohkan bahwa dalam sidang sebelumnya, Alfis dinilai menggiring kesimpulan berdasarkan keterangan sepihak dari saksi-saksi. Selain itu, ia juga mengkritik pertimbangan hukum yang dibacakan Alfis, yang menyatakan bahwa Tom Lembong menganut prinsip ekonomi kapitalis dalam kebijakan impornya. Padahal, menurut Zaid, dalam perkara tersebut juga diungkap bahwa pelaksanaan impor gula dilakukan melalui koperasi, yang secara ideologis justru mencerminkan sistem ekonomi kerakyatan, bukan kapitalisme.
“Kalau memang yang melaksanakan tugas pemerintah adalah koperasi, lalu di mana letak kapitalismenya? Apakah koperasi ini kapitalis?” sindir Zaid.
Zaid menekankan bahwa pelaporan ini tidak dimaksudkan untuk menyerang pribadi para hakim maupun institusi Mahkamah Agung. Sebaliknya, laporan ini merupakan bentuk kontrol hukum yang bertujuan untuk mendorong perbaikan sistem peradilan, agar tidak ada lagi warga negara yang mengalami hal serupa.
“Pak Tom ingin ada evaluasi menyeluruh agar prinsip keadilan tetap dijaga dan tidak tercederai oleh penyalahgunaan wewenang hakim. Ini langkah konstruktif, bukan balas dendam,” ujar Zaid.
Sebagaimana diketahui, Tom Lembong sebelumnya divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi importasi gula periode 2015–2016 saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Ia dijatuhi hukuman pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun, setelah melalui proses politik dan pertimbangan hukum, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi terhadap putusan tersebut. Tom Lembong pun resmi dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang pada Jumat, 1 Agustus 2025.
https://images.app.goo.gl/sVJr5eTRDLQFBw3z7

