Polisi di Sumba Duga Cabuli Pelapor Pemerkosaan, LBH APIK dan Komisi III DPR: Harus Dipecat dan Dipidana

saplawfi | 11 June 2025, 18:28 pm | 4 views

Kupang – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang anggota Polsek Wewewa Selatan, Nusa Tenggara Timur, terhadap korban pemerkosaan yang tengah melapor telah memantik gelombang kecaman dari berbagai pihak. Aipda PS, anggota kepolisian yang diduga mencabuli korban berinisial MML (25), kini telah ditahan oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya. Namun, publik menuntut agar kasus ini tidak berhenti pada proses etik semata.

Direktur LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Kupang, Ansy Damaris, menilai bahwa tindakan Aipda PS merupakan bentuk kejahatan yang berat dan tidak bermoral, serta mencoreng institusi Polri. Ia menegaskan bahwa aparat tersebut harus segera diberhentikan secara tidak hormat dan diproses pidana di pengadilan umum, bukan sekadar sidang kode etik internal.

“Aipda PS harus segera dipecat dan diproses secara pidana atas tindakan biadabnya itu. Ia telah menodai seragam cokelat yang seharusnya menjadi simbol perlindungan dan keadilan,” tegas Ansy kepada Kompas.com, Rabu (11/6/2025).

Ansy juga menekankan bahwa status pelaku sebagai aparat penegak hukum seharusnya menjadi faktor pemberat. Ia mengingatkan bahwa tindakan kekerasan seksual terhadap korban yang sedang mencari keadilan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap sumpah profesi, dan menyisakan trauma ganda bagi korban.

“Ini adalah bentuk kekejaman yang sistemik. Aparat yang semestinya memberikan perlindungan justru menjadi pelaku. Hal ini memperlihatkan kegagalan dalam pembinaan dan pengawasan internal kepolisian,” tambah Ansy.

LBH APIK juga mendesak agar Kapolda NTT membuka kanal pelaporan khusus untuk kasus kekerasan seksual yang melibatkan aparat, guna mendorong keterbukaan dan akuntabilitas. Menurut Ansy, selama ini banyak kasus serupa tidak terungkap karena ketakutan korban dan minimnya saluran pengaduan yang aman.

“Sudah saatnya kita bunyikan Alarm Darurat Kekerasan Seksual di NTT. Masyarakat tidak boleh bungkam. Kepolisian pun harus berbenah agar menjadi tempat yang aman bagi korban, bukan tempat pemangsaan kedua,” ujarnya.

Desakan serupa juga datang dari kalangan legislatif. Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyatakan bahwa tindakan Aipda PS bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi merupakan kejahatan pidana serius yang tidak bisa ditoleransi. Ia menuntut agar proses hukum dilakukan di pengadilan umum, dengan pengawasan masyarakat.

“Ini tidak bisa selesai hanya dengan sidang etik atau sanksi ringan. Ini kejahatan. Pelakunya harus diadili secara pidana karena menyalahgunakan kewenangannya sebagai aparat negara,” kata Sudding, Selasa (10/6/2025).

Politikus PAN itu juga menilai bahwa kasus ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam institusi kepolisian, terutama dalam hal rekrutmen, pelatihan, dan pengawasan. Ia menegaskan bahwa penggunaan istilah “oknum” tidak lagi relevan jika kasus serupa terus terjadi berulang kali.

“Kalau kantor polisi sudah jadi tempat pelecehan, maka konsep negara hukum kita sedang dalam bahaya. Ini panggilan untuk reformasi total dalam tubuh Polri,” ujarnya.

Kronologi Kasus

Peristiwa bermula pada 2 Maret 2025, saat MML (25) datang ke Polsek Wewewa Selatan untuk melaporkan dirinya sebagai korban pemerkosaan. Namun, saat proses pengambilan keterangan, MML justru diduga mengalami pelecehan seksual oleh Aipda PS, polisi yang menangani laporannya.

Setelah kejadian, Aipda PS disebut meminta korban untuk tidak membocorkan kejadian tersebut kepada siapa pun, namun MML akhirnya memilih untuk bersuara. Kasus ini mencuat setelah unggahan viral di Facebook pada Kamis (5/6/2025), yang memicu kemarahan publik dan reaksi cepat dari lembaga bantuan hukum dan pemerhati isu perempuan.

Langkah Kepolisian

Kapolres Sumba Barat Daya, AKBP Harianto Rantesalu, membenarkan bahwa pihaknya telah menahan Aipda PS dan melakukan proses hukum internal. Saat ini, pelaku dikenakan penahanan khusus selama 30 hari ke depan, sembari menunggu sidang kode etik Polri.

“Kami sangat menyesalkan perbuatan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota kami. Kami berkomitmen menangani kasus ini secara profesional dan sesuai hukum yang berlaku,” ujar Harianto, Minggu (8/6/2025).

Ia juga menyampaikan permintaan maaf resmi kepada masyarakat, seraya menegaskan bahwa institusi Polri tidak akan mentolerir pelanggaran berat yang mencoreng nama baik kepolisian.

 

Sumber:

https://nasional.kompas.com/read/2025/06/11/21245981/polisi-di-ntt-lecehkan-korban-pemerkosaan-lbh-apik-tak-pantas-berseragam 

https://nasional.kompas.com/read/2025/06/10/18061581/polisi-perkosa-korban-pemerkosaan-di-ntt-anggota-dpr-pecat-dan-adili?page=all

Berita Terkait