KPK Sita Aset Rp6,5 Miliar Terkait Dugaan Pemerasan Pengurusan Tenaga Kerja Asing di Kemenaker

saplawfi | 9 July 2025, 04:26 am | 76 views

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan terkait pengurusan izin kerja atau Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Dalam pengembangan terbaru, KPK menyita sedikitnya sepuluh aset dengan total estimasi nilai sekitar Rp6,5 miliar, yang diduga berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan para tersangka.

“Pada hari ini (Selasa, 8 Juli 2025), dilakukan penyitaan atas aset dari para tersangka pada perkara pemerasan di Kemenaker,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Budi merinci bahwa penyitaan aset tersebut mencakup dua unit rumah dengan nilai taksiran sekitar Rp1,5 miliar, empat unit kontrakan dan kos-kosan senilai sekitar Rp3 miliar, serta empat bidang tanah yang ditaksir mencapai nilai Rp2 miliar. Aset-aset ini diketahui tersebar di wilayah Depok dan Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang diduga dibeli menggunakan hasil dari praktik pemerasan yang dilakukan secara sistematis oleh para pelaku.

“Selain aset tidak bergerak, penyidik juga menyita uang tunai sebesar Rp100 juta yang turut diamankan dari para tersangka dalam perkara ini,” imbuhnya.

Sebelumnya, pada tanggal 5 Juni 2025, KPK secara resmi menetapkan dan mengungkap identitas delapan orang tersangka, yang seluruhnya merupakan aparatur sipil negara (ASN) aktif di Kemenaker, yakni Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Berdasarkan hasil penyidikan KPK, para tersangka dalam rentang waktu tahun 2019 hingga 2024 diduga telah menerima dan mengumpulkan dana hingga mencapai Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan terhadap para pemohon RPTKA, dengan modus mempersulit penerbitan dokumen penting yang dibutuhkan oleh tenaga kerja asing (TKA) untuk bekerja di Indonesia.

KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan dokumen wajib yang harus dimiliki setiap pemberi kerja TKA sebelum memperoleh Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) dan Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dari instansi terkait. Jika RPTKA tidak segera diterbitkan, maka proses legalisasi TKA akan terhambat dan perusahaan pemberi kerja akan dikenakan denda administratif sebesar Rp1 juta per hari, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

“Dengan memanfaatkan posisi strategis mereka sebagai ASN yang menangani proses administrasi RPTKA, para tersangka diduga melakukan pemerasan dengan meminta imbalan kepada pemohon agar proses pengurusan dipercepat atau disederhanakan,” ujar Budi menjelaskan modus operandi para pelaku.

Lebih jauh, KPK menyampaikan bahwa praktik korupsi dalam pengurusan RPTKA ini telah berlangsung sejak lama, bahkan diduga mulai terjadi sejak era kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009–2014, kemudian berlanjut pada era Hanif Dhakiri (2014–2019), hingga Ida Fauziyah (2019–2024). Hal ini menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa praktik pungli atau pemerasan telah berlangsung secara sistemik dan terstruktur lintas periode pemerintahan.

KPK menegaskan bahwa penyidikan tidak hanya akan berhenti pada level eksekutor di lapangan, namun juga akan menelusuri kemungkinan keterlibatan pejabat lain yang secara struktural memiliki kewenangan dalam proses perizinan TKA, termasuk dugaan pengabaian fungsi pengawasan oleh atasan langsung para tersangka.

Penyitaan aset dan uang tunai tersebut dilakukan dalam rangka upaya pemulihan kerugian negara dan penerapan prinsip asset recovery sebagaimana diatur dalam Pasal 39 KUHAP dan Pasal 46 Undang-Undang KPK. Langkah ini juga merupakan bagian dari pendekatan follow the money guna mengungkap aliran dana korupsi dan memperkuat pembuktian tindak pidana yang disangkakan.

 

Sumber: https://www.antaranews.com/berita/4952753/kpk-sita-10-aset-senilai-rp65-miliar-terkait-kasus-pemerasan-tka

Berita Terkait