Sorong — Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Papua Barat melakukan penggeledahan di Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, pada Selasa (3/6/2025). Operasi tersebut berlangsung selama delapan jam, dimulai sejak pukul 10.00 WIT hingga pukul 18.00 WIT, dan merupakan bagian dari pengembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sorong Tahun Anggaran 2023.
Penggeledahan dipimpin langsung oleh tim penyidik Kejati Papua Barat dan didukung oleh personel Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong serta dikawal ketat oleh aparat TNI dan Polri guna menjamin keamanan dan kelancaran proses hukum di lapangan. Dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik berhasil mengamankan dua kontainer berisi dokumen serta sejumlah barang bukti elektronik, termasuk beberapa unit ponsel, yang seluruhnya langsung dibawa dan diamankan di Kantor Kejari Sorong untuk dianalisis lebih lanjut.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Papua Barat, Abun Hasbullah Syambas, dalam konferensi pers menjelaskan bahwa penggeledahan ini merupakan tindak lanjut dari penyelidikan intensif yang telah dilakukan sejak 15 April 2025. Penyelidikan difokuskan pada dugaan penyimpangan dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kantor Setda Kabupaten Sorong tahun anggaran 2023. “Kegiatan ini kami lakukan untuk mencari dan menemukan alat bukti yang berkaitan dengan peristiwa pidana yang tengah kami tangani,” ujar Abun Hasbullah.
Dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) tahun 2023, Setda Kabupaten Sorong tercatat memperoleh alokasi anggaran belanja barang dan jasa mencapai sekitar Rp 111 miliar. Namun, hasil penyelidikan awal menemukan adanya indikasi penyimpangan terhadap anggaran belanja sebesar Rp 57 miliar. Abun merinci bahwa dari jumlah tersebut, sekitar Rp 37,4 miliar digunakan untuk kegiatan fiktif atau tidak benar-benar dilaksanakan, sementara sisa Rp 18,1 miliar serta belanja RS senilai Rp 1,75 miliar tidak dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban sama sekali. “Berdasarkan temuan itu, kami meyakini telah terjadi perbuatan melawan hukum yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi,” ungkapnya.
Setelah mengantongi bukti permulaan yang cukup, Kejati Papua Barat resmi menaikkan status perkara dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan melalui ekspose internal yang dilakukan pada 27 Mei 2025. Dalam konteks hukum acara pidana, peningkatan status ini menandakan bahwa penyidik telah menemukan indikasi kuat mengenai keterlibatan pihak-pihak tertentu yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
“Penggeledahan ini merupakan bagian dari upaya kami untuk melengkapi alat bukti sesuai ketentuan Pasal 1 angka 14 dan Pasal 39 KUHAP jo. Pasal 26 ayat (1) UU Tipikor. Kami telah mengamankan sekitar 75 persen barang bukti yang kami cari, termasuk dokumen-dokumen keuangan dan perangkat komunikasi elektronik yang diduga digunakan dalam proses pengadaan barang dan jasa,” jelas Abun.
Abun menambahkan, seluruh barang bukti tersebut akan segera dianalisis secara forensik maupun administratif guna mengungkap struktur dan modus operandi tindak pidana yang dilakukan, termasuk identifikasi pihak-pihak yang diduga berperan dalam proses pengadaan yang menyimpang tersebut. Analisis ini penting untuk membangun konstruksi hukum yang lengkap sebelum menetapkan tersangka dan melanjutkan proses penuntutan.
Menjawab pertanyaan awak media mengenai estimasi kerugian negara dalam perkara ini, Abun menyebutkan bahwa saat ini Kejati Papua Barat tengah berkoordinasi dengan lembaga auditor independen dan ahli keuangan negara untuk melakukan penghitungan secara komprehensif. “Hasil perhitungan sementara oleh ahli mengindikasikan potensi kerugian negara mencapai Rp 18 miliar. Namun, angka ini diperkirakan masih akan terus bertambah seiring pendalaman alat bukti,” katanya.
Terkait calon tersangka, Abun Hasbullah mengakui bahwa tim penyidik telah mengantongi beberapa nama yang diduga kuat terlibat dalam kasus ini. Namun, identitas para pihak tersebut belum dapat dipublikasikan ke publik dengan alasan strategi penyidikan dan asas praduga tak bersalah. “Kami sudah mengantongi nama-nama yang potensial sebagai tersangka. Namun saat ini kami fokus pada pendalaman alat bukti terlebih dahulu sebelum melakukan penetapan secara resmi,” tegasnya.
Langkah hukum yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Papua Barat ini menjadi sinyal kuat terhadap komitmen aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi, khususnya di sektor pengelolaan keuangan daerah. Pengungkapan kasus ini juga menjadi peringatan bagi seluruh jajaran birokrasi agar pengelolaan anggaran publik dilakukan secara akuntabel, transparan, dan sesuai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

