
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus melakukan pengusutan terhadap kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, termasuk sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang terjadi dalam rentang waktu 2018-2023. Sebagai bagian dari upaya penegakan hukum, Kejagung hari ini melakukan penggeledahan di kediaman saudagar minyak terkenal, Mohammad Riza Chalid.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penggeledahan tersebut saat ini masih berlangsung. Penggeledahan dilakukan di dua lokasi berbeda yang terletak di wilayah Jakarta Selatan.
Harli juga menambahkan bahwa pihak Kejagung telah melakukan serangkaian penggeledahan sejak malam sebelumnya di tujuh lokasi berbeda. Lokasi-lokasi tersebut termasuk rumah para tersangka.
Dari hasil penggeledahan, tim penyidik Kejagung berhasil menyita sejumlah barang bukti, termasuk dokumen-dokumen penting serta barang elektronik seperti laptop dan ponsel.
Tak hanya itu, dalam penggeledahan tersebut, Kejagung juga menemukan serta menyita sejumlah uang dalam berbagai mata uang asing dan rupiah. Di antaranya, 20 lembar uang pecahan SGD 1.000, 200 lembar uang pecahan USD 100, serta 4.000 lembar uang pecahan Rp 100.000, yang totalnya mencapai Rp 400 juta.
“Selain itu, semalam penyidik juga menemukan uang tunai dalam berbagai pecahan, termasuk 20 lembar mata uang pecahan 1.000 dolar Singapura, 200 lembar mata uang pecahan 100 dolar Amerika Serikat, dan 4.000 lembar mata uang pecahan Rp 100.000 dengan total Rp 400 juta. Penggeledahan ini masih terus berlanjut dan berkembang sesuai dengan hasil temuan kami,” ungkap Harli.
Penetapan Tersangka
Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Para tersangka diduga telah melakukan persekongkolan untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum.
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, ketujuh tersangka terdiri dari empat orang petinggi anak perusahaan PT Pertamina dan tiga lainnya berasal dari pihak swasta. Adapun nama-nama tersangka adalah:
- RS – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- SDS – Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- YF – Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping
- AP – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
- MKAR – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
- DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
- GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.
Modus Operandi Dugaan Korupsi
Kasus ini bermula dari kebijakan pemerintah pada periode 2018-2023 yang mewajibkan PT Pertamina untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah dari sumber dalam negeri sebelum melakukan impor. Kebijakan tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Namun, tersangka RS, SDS, dan AP diduga telah melakukan manipulasi dalam Rapat Organisasi Hilir (ROH) dengan tujuan mengatur produksi kilang agar tidak sepenuhnya menyerap minyak mentah dari dalam negeri. Akibatnya, kebutuhan minyak mentah dan produk kilang harus dipenuhi melalui impor.
Selain itu, minyak mentah yang diproduksi oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan tidak memenuhi standar nilai ekonomis, meskipun harganya masih sesuai dengan harga perkiraan sendiri (HPS). Padahal, minyak tersebut sebenarnya masih dapat diolah sesuai spesifikasi yang dibutuhkan.
Untuk memenuhi kebutuhan domestik, PT Kilang Pertamina Internasional akhirnya melakukan impor minyak mentah, sementara PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang. Namun, perbedaan harga pembelian minyak bumi impor dibandingkan minyak dalam negeri sangat signifikan.
Dalam proses impor dan ekspor ini, diduga terjadi praktik kongkalikong antara para tersangka. RS, SDS, AP, dan YF sebagai penyelenggara negara telah melakukan persekongkolan dengan broker minyak, yang dalam hal ini adalah tersangka MKAR, DW, dan GRJ. Mereka mengatur kesepakatan harga demi keuntungan pribadi dan menyebabkan kerugian negara.
Selain itu, tersangka RS diduga melakukan pembelian untuk bahan bakar minyak (BBM) RON 92, tetapi yang sebenarnya dibeli adalah RON 90 yang kemudian diolah kembali.
Tak hanya itu, tersangka YF juga diduga terlibat dalam mark-up kontrak pengiriman minyak impor, yang mengakibatkan negara harus membayar biaya tambahan sebesar 13-15 persen. Keuntungan dari transaksi tersebut diduga mengalir ke MKAR.
Akibat tindakan para tersangka, harga BBM yang dijual kepada masyarakat mengalami kenaikan. Hal ini menyebabkan pemerintah harus menanggung beban subsidi yang lebih tinggi, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kasus ini masih terus berkembang dan Kejagung akan melakukan langkah-langkah hukum lebih lanjut guna menuntaskan dugaan korupsi yang telah merugikan keuangan negara dan masyarakat luas.
Sumber berita dan foto:
https://news.detik.com/berita/d-7795042/rumah-riza-chalid-digeledah-kejagung-terkait-kasus-korupsi-minyak-mentah?mtype=mpc.ctr.index.A-boxccxmpcxmp-modelA