Jakarta – Kejaksaan Agung RI resmi menetapkan eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan laptop Chromebook pada program digitalisasi pendidikan. Penetapan tersebut diumumkan pada Kamis (4/9/2025) dan langsung menimbulkan perhatian publik yang cukup luas.
Seiring berkembangnya kasus ini, kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris Hutapea, menyampaikan klarifikasi serta pembelaan di hadapan media pada Senin (8/9/2025).
Klarifikasi Kuasa Hukum: Tidak Ada Aliran Dana dan Unsur Korupsi Dinilai Gugur
Dalam konferensi pers tersebut, Hotman menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ditemukan bukti adanya penerimaan aliran dana oleh kliennya. Baik dari catatan rekening bank maupun keterangan saksi, tidak ada satu pun yang menyatakan bahwa Nadiem pernah menerima keuntungan pribadi dari pengadaan Chromebook.
Hotman membandingkan kasus ini dengan perkara impor gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong. Saat itu, Tom Lembong dinyatakan bebas setelah mendapat amnesti karena terbukti tidak menikmati keuntungan dari proses impor yang dipermasalahkan.
Menurut Hotman, hingga kliennya ditahan, belum terbukti adanya unsur memperkaya diri sendiri maupun orang lain. Padahal, kedua unsur tersebut merupakan elemen pokok yang harus dipenuhi dalam tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor.
Ia menegaskan, apabila tidak ada praktik mark-up harga maupun penggelembungan anggaran dalam pengadaan barang, maka unsur kerugian negara secara otomatis tidak dapat dibuktikan. Hal ini membuat konstruksi dakwaan menjadi lemah.
Hasil Audit BPKP: Tidak Ada Mark-Up
Kuasa hukum juga mengacu pada hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang telah melakukan pemeriksaan terhadap pengadaan Chromebook tahun 2020, 2021, dan 2022. Hasil audit BPKP menyatakan tidak ada indikasi mark-up harga maupun penyimpangan anggaran.
Pemeriksaan di 22 provinsi juga menyimpulkan bahwa penyaluran barang dari pemerintah pusat sesuai prosedur. Kendati ditemukan sebagian unit rusak di lapangan, hal itu dinilai sebagai persoalan teknis, bukan pelanggaran hukum atau indikasi korupsi.
Pandangan Akademisi: Tidak Adanya Aliran Dana Belum Cukup
Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Albert Aries, memberikan perspektif berbeda. Menurutnya, ketiadaan bukti aliran dana kepada Nadiem tidak serta-merta membebaskan yang bersangkutan dari jerat hukum.
Albert menjelaskan, Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor menyebutkan unsur memperkaya diri sendiri maupun orang lain sebagai alternatif yang dapat berdiri sendiri. Dengan demikian, meskipun tidak terbukti memperkaya diri, Nadiem masih dapat dipersoalkan apabila terbukti memberikan keuntungan kepada pihak lain.
Ia juga menegaskan tiga hal penting:
- Mens rea atau niat kesengajaan harus diuji, bukan sekadar kelalaian.
- Berdasarkan Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016, korupsi merupakan delik materiil yang mensyaratkan adanya akibat berupa kerugian negara.
- Perlu memperhatikan konteks kebijakan negara, karena dalam pengadaan barang untuk kepentingan publik, unsur melawan hukum materiil bisa hilang jika terbukti bermanfaat bagi masyarakat.

