Dua Musisi Indonesia Ajukan Uji Materi UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi

saplawfi | 11 March 2025, 16:31 pm | 14 views

Perseteruan di kalangan musisi yang mencuat akhir-akhir ini, khususnya antara penyanyi dan pencipta lagu, telah menimbulkan kegelisahan berbagai pihak, baik di kalangan pelaku industri musik maupun masyarakat luas. Fakta ini mengindikasikan adanya ketimpangan dalam regulasi yang mengatur hak-hak mereka, terutama terkait pembagian royalti, perlindungan karya cipta, dan kejelasan hukum mengenai hak moral serta hak ekonomi para kreator.

Permasalahan yang muncul memperjelas bahwa terdapat persoalan mendasar dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Banyak pihak menilai undang-undang tersebut belum sepenuhnya mampu melindungi kepentingan semua pihak secara adil. Para musisi, terutama pencipta lagu, merasa hak mereka kurang mendapatkan perlindungan yang layak, sementara penyanyi sebagai pelaksana karya juga menghadapi tantangan dalam memperoleh hak yang proporsional.

Marjinalisasi terhadap pencipta lagu hanyalah salah satu masalah utama yang mencuat. Sistem yang ada belum mampu mengatasi kesenjangan status antara pencipta lagu dan penyanyi, bahkan kesenjangan tersebut semakin hari semakin melebar. Adalah hal yang wajar bila penyanyi lebih populer daripada pencipta lagunya. Namun, sangat disayangkan jika karya yang telah mempopulerkan penyanyi itu dikelola dengan sistem yang lemah.

Pengajuan Uji Materi di Mahkamah Konstitusi

Melihat ketimpangan yang semakin nyata, dua kelompok musisi kini resmi mengajukan permohonan uji materi (judicial review) terhadap Undang-Undang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kelompok pertama dipimpin oleh pencipta lagu Ali Akbar yang dikenal melalui karya-karyanya untuk band legendaris God Bless dan Gong 2000. Bersama sejumlah komposer lainnya yang tergabung dalam Aliansi Pencinta Musik Indonesia (APMI), mereka mendaftarkan permohonan uji materi dengan nomor 30/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 pada Rabu (5/3/2025).

Kelompok ini dibentuk sebagai aksi keprihatinan terhadap nasib pencipta lagu yang semakin banyak terampas hak ekonominya akibat pembentukan LMKN yang secara institusional ditempatkan di atas LMK (Lembaga Manajemen Kolektif). “Hal itu merupakan ultra vires, yaitu suatu kebijakan yang melampaui amanat UU No. 28 Tahun 2014,” kata Ali Akbar. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa keberadaan lembaga tersebut tidak memberikan peningkatan kualitas pengelolaan hak cipta maupun nilai penghimpunan royalti. “Justru merugikan hak moral maupun hak ekonomi pencipta lagu,” tandasnya.

Menurut Ali Akbar, perjuangan ini bertujuan agar regulasi yang ada dapat memberikan keadilan yang didasarkan pada profesionalitas, integritas, dan transparansi.

Deklarasi Gerakan VISI oleh Armand Maulana

Kelompok kedua dipimpin oleh penyanyi Armand Maulana bersama rekan-rekannya yang juga resmi melayangkan permohonan pengujian materiil terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan uji materi tersebut telah teregister dalam Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (APPP) dengan nomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 tertanggal Jumat (7/3/2025).

Dalam situs resmi Mahkamah Konstitusi, perkara ini tercatat dengan judul “Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.” Langkah hukum ini diambil sebagai bentuk keberatan terhadap ketentuan dalam undang-undang yang dinilai belum memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam industri musik, khususnya para penyanyi.

Sebagai bentuk perjuangan yang lebih luas, Armand Maulana bersama sejumlah penyanyi lainnya telah mendeklarasikan gerakan Vibrasi Suara Indonesia atau VISI, sebuah wadah yang bertujuan memperjuangkan hak-hak penyanyi dalam ekosistem musik nasional. Gerakan VISI lahir sebagai respons terhadap inisiatif sebelumnya, yaitu Aksi Bersatu yang dipimpin oleh Ahmad Dhani dan para pencipta lagu. Aksi Bersatu menuntut adanya pembagian royalti atau performing rights yang lebih adil bagi pencipta lagu, terutama dalam konteks lagu-lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi dalam acara komersial.

VISI menegaskan bahwa penerapan UU Hak Cipta harus mengakomodasi kepentingan semua insan musik Indonesia, tidak hanya pencipta lagu tetapi juga para penyanyi yang turut berperan dalam mempopulerkan karya-karya tersebut.

Berita Terkait