
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang mengabulkan uji materi terhadap Pasal 3 ayat (1) huruf c dan Pasal 20 ayat (2) dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam Putusan Nomor 150/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa dosen yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik yang bekerja di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS), diizinkan untuk menjalankan profesi sebagai advokat dengan batasan-batasan tertentu. Hal ini dianggap sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat, yang merupakan salah satu pilar utama dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo, menekankan bahwa fungsi utama dosen sebagai pengajar dan peneliti tetap dapat dijaga, karena pengalaman praktik hukum justru akan memperkaya materi pengajaran dan penelitian yang dilakukan. Hal ini, menurutnya, memberikan manfaat langsung kepada mahasiswa dengan menghadirkan pembelajaran yang lebih kontekstual dan aplikatif.
Melalui pengalaman nyata dosen PNS dalam menangani kasus-kasus hukum konkret, mahasiswa dapat memahami penerapan teori hukum secara lebih mendalam. Berdasarkan pertimbangan hukum ini, MK juga menyadari bahwa selain menjalankan tugas pengabdian kepada masyarakat, dosen PNS memikul tanggung jawab besar sebagai pendidik dan peneliti.
Kendati demikian, apabila dosen PNS diberikan peluang untuk dapat menjadi avokat, keadaan tersebut harus dapat dipastikan tidak akan mengganggu fokus dan pelaksanaan tanggung jawab akademiknya sebagai dosen. Oleh karena itu, MK menentukan beberapa syarat bagi dosen PNS yang ingin menjadi advokat. Persyaratan tersebut meliputi:
- Telah dinyatakan lulus dalam ujian kompetensi advokat.
- Status advokat diberikan dalam rangka pengabdian kepada masyarakat dan hanya dapat diberikan apabila dosen PNS telah mengabdi sebagai pengajar minimal 5 tahun di perguruan tinggi yang bersangkutan.
- Harus bergabung dan telah mengabdi minimal 3 tahun secara berturut-turut pada lembaga bantuan hukum (LBH).
- LBH perguruan tinggi dimaksud telah terakreditasi pada kementrian yang berwenang.
- Jumlah advokat dalam LBH tidak melebihi dari jumlah bagian fakultas hukum di perguruan tinggi yang dimaksud.
- Setiap pemberian bantuan hukum harus mendapat izin dan apabila telah selesai harus melaporkan kepada pimpinan perguruan tinggi (dalam hal ini dekan fakultas hukum)
- Tidak bergabung dan aktif sebagai anggota dalam organisasi advokat.
Persyaratan ini dirancang untuk memastikan keseimbangan antara peran dosen sebagai akademisi dan kontribusinya sebagai advokat dalam pengabdian kepada masyarakat.
Dengan diterapkannya aturan ini, dosen PNS dapat memberikan kontribusi nyata dalam dunia hukum, baik melalui pendidikan maupun pengabdian kepada masyarakat. Harapannya, kebijakan ini mampu menciptakan sinergi antara dunia akademik dan praktik hukum yang lebih bermanfaat secara luas, tanpa mengorbankan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Sumber reupload:
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=22031
Sumber foto: