Restorative Justice Sebagai Pendekatan Kasus Pidana

saplawfi | 8 January 2025, 09:25 am | 25 views

Restorative justice merupakan prinsip penegakan hukum yang bertujuan untuk memulihkan kondisi para pihak dalam penyelesaian perkara. Prinsip ini telah diterapkan oleh Mahkamah Agung melalui kebijakan tertentu. Namun, implementasinya dalam sistem peradilan pidana di Indonesia masih belum dilakukan secara maksimal.

Restorative justice adalah pendekatan alternatif dalam penyelesaian tindak pidana yang menggantikan fokus pemidanaan dengan dialog dan mediasi. Proses ini melibatkan pelaku, korban, keluarga, dan pihak terkait untuk mencapai kesepakatan penyelesaian yang adil dan seimbang, dengan tujuan memulihkan kondisi seperti semula dan memperbaiki hubungan dalam masyarakat. Dalam KUHP lama, konsep ini dapat diterapkan pada tindak pidana ringan, seperti yang diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482, dengan ancaman pidana maksimal tiga bulan atau denda hingga Rp 2,5 juta. Selain itu, dalam peraturan lainnya juga mengatur terkait restorative justice seperti UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru).  Erasmus mengatakan Pasal 51 huruf c KUHP secara jelas menyebut salah satu tujuan pemidanaan yakni menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat tindak pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat.

Dalam melakukan restorative justice, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya yaitu:

  1. Tindak pidana tersebut baru pertama kali dilakukan.
  2. Nilai kerugian yang dialami di bawah Rp 2,5 juta.
  3. Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban.
  4. Tindak pidana hanya diancam denda, atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.
  5. Pelaku mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban.
  6. Pelaku mengganti kerugian korban.
  7. Tersangka mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat pidana.

Selain itu, dalam pelaksanaan restorative justice terdapat sejumlah langkah-langkah pedoman:

  1. Menerima dan meneliti administrasi permohonan perdamaian yang ditandatangani di atas materai.
  2. Mengajukan permohonan yang memenuhi syarat kepada atasan penyidik untuk persetujuan.
  3. Setelah disetujui, menetapkan waktu pelaksanaan pernyataan perdamaian.
  4. Mengadakan konferensi untuk menandatangani kesepakatan.
  5. Mengajukan gelar perkara khusus untuk menghentikan penyidikan.
  6. Mengadakan gelar perkara dengan melibatkan semua pihak terkait.
  7. Menyusun administrasi dan dokumen hasil gelar perkara.
  8. Menerbitkan surat penghentian penyelidikan atau penyidikan.
  9. Mencatat perkara sebagai bagian dari restorative justice.

Sebagai pendekatan yang mengutamakan pemulihan daripada penghukuman, restorative justice memiliki potensi besar dalam membangun sistem peradilan yang lebih humanis dan berkeadilan. Namun, untuk mencapai implementasi yang optimal, diperlukan harmonisasi regulasi antar lembaga serta komitmen kuat dalam menegakkan prinsip-prinsip dasarnya. Dengan langkah ini, restorative justice dapat menjadi solusi efektif untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan hukum, korban, pelaku, dan masyarakat secara keseluruhan.

 

Sumber reupload:

https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-restorative-justice-lt62b063989c193/?page=all

https://www.hukumonline.com/berita/a/restorative-justice-ujungnya-tak-melulu-penghentian-perkara-lt648bbd83c57ff/?page=all

sumber foto:

https://www.google.com/imgres?q=kantor%20kepolisian%20&imgurl=https%3A%2F%2Fpolri.go.id%2Fwebpolri%2Fassets%2Fimg%2Fothers%2Fheader-kontak.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fpolri.go.id%2Fkontak&docid=4aH9FdZQML_7WM&tbnid=C8InuHstTEEaFM&vet=12ahUKEwjC_Lv-5OWKAxWNxjgGHbnYJ5EQM3oECB0QAA..i&w=1276&h=590&hcb=2&ved=2ahUKEwjC_Lv-5OWKAxWNxjgGHbnYJ5EQM3oECB0QAA

Berita Terkait