
Kepulauan Riau – Petugas gabungan dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta TNI Angkatan Laut berhasil mengungkap kasus penyelundupan narkotika terbesar dalam sejarah pemberantasan narkoba di Indonesia. Sebanyak dua ton narkotika jenis sabu disita dari kapal berbendera asing Sea Dragon Tarawa, yang berhasil ditangkap di wilayah perairan Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, pada awal Mei 2025.
Kepala BNN, Komisaris Jenderal Polisi Marthinus Hukom, dalam konferensi pers yang digelar di Batam pada Senin (26/5/2025), menjelaskan bahwa pengungkapan ini merupakan hasil dari proses investigasi panjang selama lebih dari lima bulan. Proses tersebut melibatkan kerja sama intelijen, analisis data lintas lembaga, serta pemantauan pergerakan kapal mencurigakan yang diduga digunakan oleh sindikat narkotika internasional. “Berdasarkan data pengungkapan kasus narkotika, hasil penyitaan ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah pemberantasan narkotika di Indonesia,” tegas Marthinus.
Menurut Marthinus, informasi awal diperoleh dari mitra internasional yang tergabung dalam jaringan kerja sama penanggulangan narkotika, yang mendeteksi aktivitas pengiriman sabu dari wilayah Golden Triangle, sebuah kawasan rawan produksi narkoba di perbatasan Thailand, Laos, dan Myanmar. Sindikat ini diduga beroperasi lintas negara dan menggunakan jalur laut untuk menyelundupkan sabu ke beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Filipina, dengan jalur pelayaran yang melintasi kawasan perairan Batam.
BNN bersama Direktorat Intelijen dan Direktorat Interdiksi Narkotika BNN serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan joint analysis terhadap data pergerakan kapal selama berbulan-bulan. Hasil analisis mengarah pada kapal Sea Dragon Tarawa, yang terpantau meninggalkan Laut Andaman dan masuk ke perairan Kepulauan Riau pada awal Mei 2025.
Operasi penindakan dilakukan secara terkoordinasi pada Jumat malam, 2 Mei 2025 pukul 23.00 WIB, saat kapal melintas di wilayah yurisdiksi laut Indonesia. Operasi laut ini melibatkan dua kapal patroli Bea Cukai, yakni BC 20003 dan BC 20007, serta dua kapal perang milik TNI AL, yaitu KRI Surik 645 dan KRI Silea 858. Dukungan operasi juga diberikan oleh Lantamal IV Batam, Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Setelah berhasil dihentikan dan diamankan, kapal dibawa menuju Dermaga Bea Cukai di Pelabuhan Tanjung Uncang, Batam, untuk dilakukan pemeriksaan mendalam. Dari hasil penggeledahan, petugas menemukan 67 kardus berisi sekitar 2.000 bungkus sabu dengan berat total mencapai dua ton. Narkotika tersebut disembunyikan secara sistematis di kompartemen tersembunyi pada bagian samping mesin dan lambung depan kapal. “Bungkusan sabu ditemukan dalam kemasan khas yang lazim digunakan oleh jaringan internasional Golden Triangle,” ungkap Marthinus.
Dalam penggerebekan ini, petugas juga mengamankan enam orang awak kapal, terdiri dari empat warga negara Indonesia atas nama Fandi Ramdani, Leo Candra Samosir, Richard Halomoan, dan Hasiloan Samosir, serta dua warga negara Thailand. Keenam awak kapal tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dan akan dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup.
BNN menegaskan bahwa kasus ini masih dalam tahap pengembangan. Penyidik akan terus menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain, baik di dalam negeri maupun jaringan luar negeri, yang turut serta dalam perencanaan, pendanaan, maupun pengendalian operasional penyelundupan. Marthinus juga menambahkan bahwa pengungkapan ini menjadi bukti penting bahwa Indonesia masih menjadi target utama jaringan narkotika internasional, dan oleh karena itu, diperlukan penguatan sistem pengawasan laut serta kerja sama internasional yang lebih intensif untuk memutus rantai pasok narkoba lintas negara.